MUHAMMAD IDHARRUL HAQ TAMIM 41151010200156, 2024 TINJAUAN YURIDIS PERMOHONAN HAK ATAS TANAH SERTIPIKAT BERDASARKAN HIBAH DALAM PROGRAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN MENTERI NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP Skripsi
Abstract
Perbuatan hibah sering menimbulkan permasalahan yang berujung pada sengketa antara penerima hibah dan ahli waris pemberi hibah. Perdebatannya adalah mengenai kekuatan surat penyerahaan tanah objek hibah yang hanya berupa Surat Penyerahan Tanah atau surat di bawah tangan, khususnya dalam pendaftaran sertifikat hibah yang dilakukan melalui pendaftaran sistematis lengkap. Adapun identifikasi masalahnya adalah : Bagaimana Hibah yang Dibuat Dibawah Tangan berdasarkan Pernyataan Hibah Dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap? Bagaimana Akibat Hukum dan Status Sertifikat berdasarkan Hibah apakah memiliki kepastian hukum atau tidak ? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk mencari asas-asas dan dasar-dasar falsafah hukum positif, serta menemukan hukum secara in-concreto mengenai Hibah yang Dibuat Dibawah Tangan berdasarkan Pernyataan Hibah Dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, melainkan juga menganalisis melalui peraturan yang berlaku dalam hukum perdata. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Bentuk hibah yang sederhana, umumnya hanya dilakukan hanya secara lisan. Namun dalam hal-hal yang besar dan berpotensi terjadinya sengketa, hibah sebaiknya dilakukan secara tulisan dan disertai dengan saksi. Salah satu contoh hibah adalah terkait dengan hukum waris, yang sebaiknya dilakukan di hadapan dua orang saksi. Ada sejumlah ketentuan lain mengenai hibah yang bersinggungan dengan hukum waris, dari Pasal 210 sampai dengan 214 KHI karena adanya potensi konflik atau sengketa sebagai implikasi dari hibah yang dilakukan. Sedangkan menurut KUHPerdata, penghibahan atau hibah adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Kekuatan hukum pembuktian hibah tanah dalam bentuk surat di bawah tangan berlaku terhadap orang/subjek hukum yang untuk siapa hibah itu diberikan, sedangkan terhadap pihak lain, kekuatan pembuktiannya bergantung pada penilaian Hakim berdasarkan pembuktian bebas yang penilaian pembuktiannya sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Di dalam persidangan bila diajukan alat bukti surat hibah tanah bawah tangan mengingat kekuatan pembuktiannya yang terbatas, sehingga harus dibutuhkan bukti lain yang dianggap cukup untuk dapat mencapai kebenaran menurut hukum. Secara formil yaitu kebenaran identitas keterangan surat dan secara materil yaitu substansi keterangan dalam surat bawah tangan, dimana keduanya tidak dibantah sama sekali oleh para tergugat, juga didukung oleh pembuktian dengan kesaksian saksi-saksi yang bersesuaian dengan surat penyerahan tanah tersebut.