Dinda Nurliesta Fitriani 41151010210009, 2025 kta cessie adalah perjanjian mengalihkan piutang dan perjanjian jaminannya yang merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya. Permasalahannya adalah adanya perjanjian pokok yang berupa Perjanjian Kredit (utang-piutang) kemudian perjanjian jaminannya adalah Hak Tanggungan atas objek jaminan yang dipertanggungkan atas pelunasan kredit. Dalam rentang waktu perjanjian kredit, ternyata kreditur mengalihan hak tagih ini kepada kreditur baru, maka timbul permasalahan karena antara akta perjanjian cessie dengan hak tanggungan menjadi berbeda. Objek penelitian yang penulis teliti adalah bagaimana pertanggungjawaban notaris dalam pelaksanaan penyerahan piutang (cessie) tanpa sepengetahuan debitur (studi kasus putusan pengadilan Nomor 77/Pdt.G/2022/PN.Cbn) dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh debitur yang ditolak atas gugatannya. Kata kunci : Dampak cessie terhadap hak tanggungan. Skripsi
Abstract
Tindak pidana perpajakan sering kali melibatkan persoalan kompleks antara unsur kesengajaan dan itikad baik dari wajib pajak. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 3845 K/Pid.Sus/2022, yang menjatuhkan pidana kepada Dian Ekawati selaku pejabat keuangan PT. Cahaya Surya Timur atas dugaan tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah dipungut. Dalam kasus ini, Dian Ekawati telah menyerahkan dana pembayaran pajak kepada rekan kerjanya, Carsiti, untuk disetorkan ke kas negara. Namun, dana tersebut tidak pernah disetorkan. Meskipun terdakwa telah menjalankan tugasnya dengan menyerahkan dana dan memiliki itikad baik untuk melunasi pajak, Mahkamah Agung tetap menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf i dan Pasal 43 ayat (1) UU KUP, tanpa mempertimbangkan peran pihak lain dan niat baik terdakwa. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai proporsionalitas pertanggungjawaban pidana dalam sistem hukum perpajakan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus terhadap putusan kasasi tersebut. Analisis dilakukan berdasarkan teori hukum perpajakan, teori pertimbangan hukum hakim, teori turut serta dalam tindak pidana, serta asas keadilan dan kepastian hukum. Data yang digunakan meliputi sumber hukum primer berupa undang-undang perpajakan dan putusan pengadilan, serta sumber hukum sekunder seperti literatur hukum dan pendapat ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Agung tidak konsisten dalam menerapkan Pasal 43 ayat (1) UU KUP, karena hanya memidana Dian Ekawati tanpa mempertimbangkan peran aktif Carsiti yang turut serta menyebabkan tidak tersetornya pajak. Selain itu, itikad baik terdakwa dalam upaya memenuhi kewajiban perpajakan tidak dijadikan alasan yang meringankan, padahal seharusnya penyelesaian administratif melalui mekanisme cicilan atau sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU KUP dapat ditempuh lebih dahulu sebelum dilakukan penegakan pidana. Putusan ini menimbulkan potensi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi wajib pajak yang sebenarnya berniat patuh. Oleh karena itu, putusan kasasi ini dapat dikritisi dari segi penerapan hukum yang belum mencerminkan keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap wajib pajak yang beritikad baik.