Abdillah Eka Putra 41151010210072, 2025 PENERAPAN DASAR YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN ANAK ATAS PUTUSAN NOMOR 16/PID.SUS/2024/PN. SPT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Skripsi
Abstract
Penelantaran anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berdampak serius terhadap tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun psikis. Studi ini dilatarbelakangi oleh Putusan No. 16/Pid.Sus/2024/PN Spt, yang menyatakan terdakwa bersalah atas penelantaran anak namun tidak secara eksplisit menyinggung unsur kekerasan yang terbukti secara faktual dalam persidangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan dasar yuridis dalam putusan tersebut, menilai kesesuaiannya dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta mengevaluasi apakah putusan tersebut telah mencerminkan asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi korban yang merupakan anak di bawah umur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan tersebut bertumpu pada analisis putusan pengadilan, undang-undang yang relevan, serta data sekunder berupa literatur hukum, dokumen persidangan, keterangan saksi, visum et repertum, dan pendapat ahli. Teknik analisis dilakukan secara kualitatif-deskriptif untuk mengidentifikasi relevansi fakta hukum dengan ketentuan normatif yang berlaku, terutama dalam kaitannya dengan asas perlindungan terbaik bagi anak (best interest of the child). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Hakim dalam Putusan No. 16/Pid.Sus/2024/PN Spt hanya menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 76B jo. 77B UU No. 35 Tahun 2014 terkait penelantaran anak, tanpa mengakomodasi dakwaan lain yaitu Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C tentang kekerasan terhadap anak. Padahal, dari bukti visum, keterangan saksi, dan pengakuan terdakwa, ditemukan fakta adanya luka fisik, kondisi malnutrisi, dan gangguan penyesuaian psikologis pada korban. Hal ini menunjukkan terjadinya kekerasan non-fisik (psikis) yang seharusnya menjadi pertimbangan yuridis dalam menjatuhkan vonis. Selain itu, hakim mengedepankan Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai lex specialis, namun dalam implementasinya belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan substantif bagi korban. Temuan ini mengindikasikan adanya celah dalam pertimbangan hukum hakim yang tidak menyeluruh terhadap fakta persidangan. Oleh karena itu, putusan ini perlu dievaluasi melalui upaya hukum lanjutan seperti banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK) guna memastikan keadilan yang lebih utuh dan komprehensif bagi korban anak, sekaligus menjadi preseden penting dalam penguatan sistem peradilan pidana anak di Indonesia.