Rizky Junaedi Ramdhani NPM 41151010210122, 2025 PENERAPAN PASAL 49 AYAT (1) KUHP DITINGKAT PRA AJUDIKASI DIHUBUNGKAN DENGAN TEORI KEADILAN Skripsi
Abstract
Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur mengenai alasan pembenar dalam tindak pidana berupa pembelaan terpaksa (noodweer). Dalam praktik penegakan hukum, ketentuan ini sering dijadikan dasar oleh aparat penegak hukum, khususnya pada tahap pra-ajudikasi, untuk menghentikan penyidikan terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana karena alasan pembelaan diri. Namun, penghentian perkara oleh kepolisian atau kejaksaan tanpa melalui proses ajudikasi menimbulkan pertanyaan tentang keadilan, baik secara prosedural maupun substantif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana penerapan Pasal 49 ayat (1) KUHP dalam proses pra-ajudikasi, serta menilai kesesuaiannya dengan teori keadilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan teori hukum, serta didukung oleh studi kasus. Penelitian ini berfokus pada kewenangan aparat penegak hukum dalam menilai pembelaan terpaksa dan akibat hukumnya bagi korban maupun pelaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Pasal 49 ayat (1) KUHP pada tahap pra-ajudikasi cenderung dilakukan secara sepihak oleh penyidik atau jaksa, tanpa pengujian yudisial yang objektif. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan menurut teori John Rawls, Aristoteles, dan Gustav Radbruch, yang menekankan pentingnya keadilan prosedural, perlakuan yang setara di hadapan hukum, dan supremasi hukum. Oleh karena itu, penerapan Pasal 49 ayat (1) sebaiknya tetap melalui proses ajudikasi agar dapat dinilai secara adil dan transparan oleh hakim.