Putri Dwi Susanti 41151010210143, 2025 PROBLEMATIKA KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON DAN INDENPENDENSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG – UNDANG TERHADAP UNDANG - UNDANG DASAR TAHUN 1945 (STUDI PUTUSAN NOMOR 90/PUU-XXI/2023 MENGENAI BATAS USIA CALON PRESIDEN DAN CALON WAKIL PRESIDEN) Skripsi
Abstract
Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah norma batas usia minimal calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menimbulkan kontroversi hukum yang signifikan, terutama terkait dengan legal standing pemohon dan asas nemo judex in causa sua. Permohonan yang diajukan oleh Almas Tsaqibiru R.A s yang dinilai tidak memenuhi unsur kerugian konstitusional yang bersifat langsung, actual, dan relevan. Selain itu, terdapat dugaan kuat pelanggaran etik dan konflik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim konstitusi yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak yang secara nyata memperoleh manfaat dari putusan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam keabsahan legal standing pemohon dalam perkara a quo dan menelaah implikasi penerapan asas nemo judex in causa sua terhadap independensi Mahkamah Konstitusi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus (case approach). Data diperoleh dari studi dokumen berupa peraturan perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, doktrin hukum, serta literatur ilmiah yang relevan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemohon dalam perkara ini tidak memenuhi syarat legal standing sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah sendiri, karena tidak terbukti mengalami kerugian konstitusional yang bersifat langsung, actual, dan relevan. Selain itu, terdapat indikasi pelanggaran terhadap asas nemo judex in causa sua, mengingat salah satu hakim yang turut memutus perkara memiliki hubungan kekeluargaan dengan pihak yang secara langsung diuntungkan oleh putusan. Hal ini menimbulkan keraguan atas imparsialitas dan objektivitas Mahkamah Konstitusi, serta berimplikasi pada menurunnya legitimasi lembaga dan kepercayaan publik terhadap putusan yang dihasilkan.