Darma Setya Pambudi 41151010210102, 2025 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DIHUBUNGKAN DENGAN KITAB UNDANGUNDANG HUKUM PIDANA Skripsi
Abstract
Tindak pidana pemalsuan surat merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi dalam masyarakat dan diatur dalam Bab XII Buku II KUHP Pasal 263-276. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat dan mengidentifikasi solusi efektif untuk mencegah maraknya tindak pidana tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer (KUHP, KUHAP, UUD 1945), bahan hukum sekunder (buku, jurnal, dokumen), dan bahan hukum tersier (kamus hukum). Analisis data dilakukan dengan metode content analysis terhadap dua putusan pengadilan, yaitu Putusan Nomor 19/Pid.B/2025/PN.Pkb atas nama Mariyati Binti Atmo dan Putusan Nomor 125/Pid.B/2025/PN.Kdi atas nama Sandiman Halip Bin Abdul Halip R. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat sangat bergantung pada terpenuhinya seluruh unsur delik secara kumulatif. Dalam kasus Mariyati Binti Atmo, terdakwa dibebaskan karena unsur kerugian yang disyaratkan Pasal 263 ayat (2) KUHP tidak dapat dibuktikan meyakinkan, meskipun telah terbukti menggunakan surat dengan tanda tangan palsu. Sebaliknya, dalam kasus Sandiman Halip, terdakwa dipidana penjara 1 tahun karena seluruh unsur delik terpenuhi, termasuk kerugian nyata sebesar Rp135.000.000 yang dialami korban. Solusi efektif untuk mencegah tindak pidana pemalsuan surat memerlukan pendekatan multidimensional meliputi: (1) reformasi administrasi pertanahan melalui standardisasi prosedur dan digitalisasi sistem dengan teknologi blockchain dan tanda tangan elektronik; (2) penguatan aspek hukum dengan revisi regulasi agar pemalsuan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil; (3) peningkatan kapasitas aparat penegak hukum melalui pembentukan unit khusus dan penguatan laboratorium forensik; serta (4) pemberdayaan masyarakat melalui edukasi hukum berkelanjutan dan pembentukan kelompok pengawas berbasis komunitas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip kepastian hukum dengan mensyaratkan pembuktian utuh terhadap seluruh unsur delik. Pencegahan pemalsuan surat memerlukan sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat untuk menciptakan tata kelola administrasi yang transparan dan berintegritas. Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pemalsuan Surat, KUHP, Pasal 263, Administrasi Pertanahan