VIVIE SHANDY, 2019 TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PENYIDIK POLRES PURWAKARTA DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA KESUSILAAN DALAM LAPORAN POLISI NOMOR:LP/B/198/III/2019/Jbr/ResPwk DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Legal memorandum
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi Berdasarkan Laporan Polisi nomor: LP/B/198/III/2019/Jbr/Res Pwk, pada tanggal 20 Maret 2019 sekira pukul 20.40 WIB anggota Kepolisian dari Polres Purwakarta telah menangkap seorang tersangka yang bernama Dies Wellizon bin Damiri Alias Ijon 35 (tiga puluh lima) tahun, bertempat kejadian perkara di Gg. Kaum, Kel. Cipaisan, Kec. Purwakarta, Kabupaten Purwakarta. Tersangka diduga telah melakukan tindak pidana Persetubuhan terhadap anak. Dari uraian keterangan pada berita acara pemeriksaan dapat diambil identifikasi masalah sebagai berikut : a. Apakah terhadap Dies Wellizon bin Damiri Alias Ijon yang diduga melakukan tindak pidana kesusilaan terhadap anak dapat diterapkan Pasal 81 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak? Dan b. Apakah Faktor Penghambat Penyidik Dalam Menangani Anak Berkebutuhan Khusus Yang Menjadi Korban Persetubuhan Anak? Terhadap identifikasi masalah tersebut di atas, penulis menguraikan pendapat hukum bahwa penerapan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah tepat karena telah Tersangka telah memenuhi semua unsur-unsur Pasal. Selanjutnya, faktor penghambat dalam kasus ini adalah korban merupakan seseorang dengan kebutuhan khusus, korban mengalami gangguan pendengaran (tuna rungu) dan juga gangguan dalam berbicara (tuna wicara). Hasil penulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Penerapan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dirasa telah tepat karena telah memenuhi semua unsur-unsur yang ada. Selain itu, dapat pula menjerat tersangka dalam kasus ini dengan Pasal 46 Undang-undang No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Untuk faktor penghambat yaitu kesulitan berkomunikasi antara saksi korban dengan pihak penyidik menimbulkan kesulitan saksi penyandang disabilitas dalam memberikan keterangan maka dibutuhkan penerjemah bahasa isyarat yang sering digunakan oleh saksi penyandang disabilitas untuk berkomunikasi dengan pihak penyidik yang dihadirkan sendiri oleh saksi atau dari pihak penyidik