ADE FAIZAL, 2019 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MEREK ATAS TINDAKAN PENIRUAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Skripsi
Abstract
Era perdagangan global, kendala dalam dunia usaha adalah bahwa dunia usaha tidak mengenal batas (borderless), maksudnya pengakuan atas suatu merek barang atau jenis usaha di suatu negara dapat diklaim di negara lain tanpa sepengetahuan pemegang merek yang sah. Oleh karena itu, atas segala ide dan kreativitas harus dilindungi oleh hukum yang tegas. Merek menjadikan objek usaha dikenal dan mudah diingat dibandingkan dengan objek usaha lain baik yang sejenis atau berbeda sama sekali jenisnya. Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu asli (original), karena kadangkala yang membuat suatu barang atau jasa diminati oleh masyarakat bukanlah kualitas atau kepuasan menikmati barang atau jasa, tetapi pada nilai prestise yang dirasakan oleh pengguna merek tersebut. Apabila suatu merek telah menjadi terkenal akan menjadikan merek tersebut sebagai aset atau kekayaan perusahaan yang sangat penting nilainya. Peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dengan menjadi pembeda dari suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif digunakan untuk meneliti dan mengkaji data sekunder mengenai teori hukum yang berkaitan dengan perlindungan hak merek. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan permasalahan terhadap perlindungan hak atas merek yang dimiliki oleh pemegang merek.Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori yang relevan. Sebagai seorang hakim, maka ia dianggap sudah mengetahui hukum. Inilah yang dimaksud dari asas hukum Ius curia novit. Seorang hakim dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara yang diajukan kepadanya. Bahkan seorang hakim dapat dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan kepadanya. Hal ini juga diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi : “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinyaâ€. Jika seorang hakim tidak dapat menolak sebuah perkara yang belum ada hukumnya atau karena hukumnya yang tidak/kurang jelas, bagaimanakah dia akan mengadili kasus tersebut dan apakah yang menjadi dasar bagi seorang hakim untuk mengadili perkara tersebut. Menurut Pasal 83 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur bahwa: “Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa : gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.â€