RATIH PURWASIH, 2019 PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK (STUDI KASUS PUTUSAN MK NOMOR 49/PUUXVI/ 2018 YANG MENGUJI PASAL 222 UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM) Skripsi
Abstract
Sudut pandang Hukum Tata Negara, menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan proses politik dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana menunjuk pembentukan lembaga-lembaga perwakilan yang mengemban amanat rakyat. Menurut Sri Soemantri pemilihan umum yang dilaksanakan harus merupakan pemilihan umum yang bebas, sebagai syarat mutlak bagi berlakunya demokrasi, dan dapat dihubungkan dengan kenyataan dimana nilai suatu pemerintahan untuk sebagian besar bergantung kepada orang-orang yang duduk didalamnya. Pada tanggal 13 juni 2018 sejumlah aktivis, akademikus, mantan menteri hingga mantan pimpinan lembaga negara mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena ketentuan tersebut dinilai bisa memunculkan calon tunggal dalam Pilpres 2019. Pasal 222 di Undang-Undang Pemilu tersebut memuat ketentuan tentang syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Uji materi mengenai ambang batas pengusungan calon presiden ini, kuat kaitannya dengan bagaimana sikap hakim, apakah hakim itu akan bisa melihat ini sebagai argumen yang kuat atau hakim akan berpandangan lain, karena sebenarnya ada perubahan yang signifikan mengapa presidential threshold dianggap sudah tidak relevan lagi, yaitu ketika pemilihan umum itu sendiri diselenggarakan secara serentak seperti yang di berlakukan di tahun pada pemilihan umum 2019, ketika menjadikan perolehan kursi hasil pemilihan umum pada tahun 2014 untuk pemilihan presiden pada tahun 2019, banyak hal-hal yang tidak sesuai, salah satunya adalah keadilan pemilu (equal treatment) bahwa setiap peserta pemilihan umum itu harus diperlakukan sama, tetapi dalam kenyataannya, terdapat tiga kelas peserta pemilu, yang pertama adalah kelas partai politik yang dapat mengusulkan calon presiden dengan kursi dan suara, yaitu 10 partai yang ada di DPR, kemudian kelas kedua adalah partai politik yang dapat mengusulkan presiden dengan suara saja, yaitu PKPI dan PBB karena tidak lolos parlementary threshold, dan yang terakhir adalah partai politik yang paling baru, partai politik yang tidak punya hak untuk mengajukan calon presiden. Jadi, disini ada perlakuan yang tidak sama terhadap peserta pemilihan umum. Kata Kunci : Presidential Threshold, Pemilihan Umum.