DANI RAMADANI, 2020 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 30/PUU/-XXVI/2018 DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 65 P/HUM/2018 TENTANG LARANGAN PENGURUS PARTAI POLITIK SEBAGAI CALON ANGGOTA DPD DALAM PEMILU Skripsi
Abstract
Pemilu 2019 merupakan salah satu pemilu yang pertama kali dilakukan untuk memilih anggota legislatif dan eksekutif secara bersamaan. Sebelum dilaksanakannya pemilu tersebut, ada beberapa kendala yang dihadapi, khususnya dalam regulasi, Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam perjalanannya terdapat beberapa pasal yang diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu pasal yang diuji adalah Pasal 182 huruf l yang mengatur tentang syarat anggota DPD, Mahkamah Konstitusi menyebutkan norma yang terdapat di dalam pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional, kemudian terbit Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XXVI/2018. Setelah itu terbit Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018. Aturan yang diterbitkan oleh KPU tersebut dianggap merugikan salah satu calon anggota DPD, peraturan KPU tersebut kemudian diuji ke Mahkamah Agung, kemudian Mahkamah Agung mengabulkan uji materi tersebut, lalu terbit Putusan No. 65P/Hum/2018. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi terbitnya dua putusan tersebut tehadap calon anggota DPD dalam pemilu 2019, dan bagaimana keabsahan fungsionaris partai politik dalam pemilu 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan undang-undang, yakni melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema penelitian. Penelitian ini menghasilkan temuan yaitu akibat terbitnya dua putusan tersebut di atas mengharuskan setiap orang yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPD hendaklah mengundurkan diri dari partai politik, karena sejatinya DPD merupakan representasi daerah, oleh karenanya jika calon anggota DPD tersebut dari partai politik akan bertentangan dengan marwah DPD sebagai representasi daerah, mengingat keterwakilan partai politik sudah ada di parlemen yaitu DPR, jika fungsionaris partai politik dapat menjadi anggota DPD maka akan terjadi keterwakilan ganda di parelemen yaitu perwakilan partai politik. Apabila setelah terbit putusan ini ada pengurus partai politik sebagai anggota DPD harus dianggap tidak bertentangan dengan undang-undang apapun, karena putusan bersifat prosfektif bukan retroaktif, hal ini sesuai dengan prinsip presumption of constitutionality, oleh karenanya putusan berlaku untuk pemilu 2019 dan setelahnya, dengan demikian setiap anggota DPD yang merangkap jabatan dengan partai politik dinyatakan inkonstituisional untuk pemilu 2019 dan setelahnya.