TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEDUDUKAN HUKUM PELEPASAN KAWASAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG EVALUASI DAN PENUNDAAN PERIZINAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SERTA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

ZEFRI, 2019 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEDUDUKAN HUKUM PELEPASAN KAWASAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG EVALUASI DAN PENUNDAAN PERIZINAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SERTA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Skripsi

Abstract

Pemanfaatan tanah kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit oleh para pelaku usaha sering kali terjadi permasalahan yakni pada aspek perizinan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan permasalahan terkait daya dukung lingkungan wilayah yang tidak memadai serta tidak sesuai dengan kebijakan moratorium perkebunan kelapa sawit namun tetap dijadikan objek pelepasan sehingga berimplikasi pada kerusakan lingkungan. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk menganalisis dan mengetahui kedudukan hukum penerapan dan penerbitan izin pelepasan kawasan hutan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan upaya hukum terkait penerbitan izin pelepasan kawasan hutan serta peranan pemerintah daerah dalam penyelesaian sengketa pelepasan kawasan hutan. Metode pendekatan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum dan melakukan inventarisasi hukum positif yang berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan, penataan ruang, serta kebijakan moratorium perkebunan kelapa sawit. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Evaluasi dan Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Hasil Penelitian ini bahwa Kedudukan hukum penerapan pelepasan kawasan hutan bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang juncto Instruksi Presiden No 8 tahun 2018 Tentang Evaluasi dan Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit bahwa SK tersebut terbit berada pada kawasan hutan yang masih produktif. Implikasi hukum terhadap tindakan hukum penerbitan izin tersebut adalah cacat hukum. Upaya hukum yang dapat dilakukan penyelesaian sengketa menggunakan diskresi berdasarkan kewenangannya dengan membatalkan izin lokasi atau dengan melalui jalur litigasi yakni mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang mengadili penyelesaian sengketa penerbitan keputusan pemerintah melalui pengadilan tata usaha negara dengan gugatan pembatalan Penerbitan SK Nomor 517/MENLHK/Setjen/ Pla.2/11/2018 dan SK Nomor 2/1/PKH/PMDN/2018 kemudian dengan jalur non litigasi berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 02 Tahun 2019 Tentang Penyelesaian Disharmonisasi Peraturan Perundang – Undangan Melalui Mediasi. Peranan Pemerintah Daerah dengan tetap melaksanakan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang secara bijaksana agar tidak merusak lingkungan hidup. Peranan Tata ruang sebagai wujud dari proses penataan ruang pada intinya merupakan sarana pembangunan berkelanjutan

Citation:
Author:
ZEFRI
Item Type:
pdf
Subject:
skripsi
Date:
2019