INNE YULIANI, 2020 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN JO KUHPERDATA Skripsi
Abstract
Perjanjian perkawinan setelah adanya perkawinan diatur dalam Pasal 29 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 147 juncto Pasal 149 KUHPerdata bahwa perjanjian perkawinan itu harus dibuat dengan akta Notaris sebelum dilangsungkannya perkawinan. Dibuatmya perjanjian perkawinan setelah perkawinan baik bagi pihak suam istri maupun pihak lain yang terkait dengan harta perkawinan yang telah tercampur, hutang piutang yang telah ada ketika perkawinan berlangsung sebelum dibuatnya perjanjian perkawinan setelah perkawinan tersebut dan hal-hal lainnya yang perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut adanya pengaturan Perjanjian Perkawinaan yang dibuat setelah adanya Perkawinan dihubungkan dengan undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan jo KUHPerdata dan akibat hukum yang timbul dari Perjanjian Perkawinaan yang dibuat setelah adanya Perkawinan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menekankan pada ilmu hukum, menelaah kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder berbagai buku dan norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan ketentuan perundang-undangan. Spesifikasi penelitian ini, menggunakan metode deskriptif analisis untuk menuliskan fakta dan memperoleh gambaran mengenai peraturan perundang-undangan dengan teori-teori hukum dalam praktik pelaksanaan yang menyangkut permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian pengaturan perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan ditinjau dari Pasal 119 KUHPerdata tidak terdapat pengaturan mengenai pembuatan perjanjian perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan. Perjanjian perkawinan setelah perkawinan dibuat berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri dengan adanya kesepakatan para pihak yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian dan berlandaskan pada Pasal 10 ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya dengan tetap berlandaskan kepada ketentuan hukum yang berlaku dan tidak boleh melanggar/bertentangan dengan tata susila dan ketertiban umum. Akibat hukum dari pembuatan perjanjian perkawinan setelah perkawinan terhadap pihak yang membuatnya, perjanjian perkawinan berlaku mengikat secara hukum bagi suami istri yang membuatnya untuk mematuhi kesepakatan dalam perjanjian perkawinan tersebut harta benda kekayaan perkawinan baik menyangkut pemisahan harta maupun hutang piutang yang ditimbulkan setelah perjanjian perkawinan;terhadap pihak ketiga yang terkait maka pihak ketiga akan terikat secara hukum sepanjang pihak ketiga tersangkut dan apabila penetapan perjanjian perkawinan tersebut disahkan atau dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan.