Download . ABSTRAK_qkhw925qvq7a
ATANG HERDIANA, 2017 SITA EKSEKUSI YANG TIDAK BISA DILAKSANAKAN DALAM PUTUSAN NOMOR 1708/Pdt.G/2014/PA.Cmi BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PERDATA Studi kasus
Abstract
Sita Eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama belum tentu dapat dilaksankan dengan mudah, karena adanya perlawanan dari pihak yang kalah saat eksekusi ataupun pihak yang kalah melakukan upaya yang lain. Studi Kasus ini menelaah sengketa tanah Nomor Kohir 446 seluas 7160 m2 di Kelurahan Citeureup yang sudah dimenangkan pihak Ny. Mimi, dkk. melawan Ny. Teja Ningsih, dkk. sampai Peninjauan Kembali kemudian adanya Amar Tambahan kembali, akan tetapi Pengadilan Agama tidak dapat melaksanakan eksekusi. Permasalahan yang dibahas pada studi kasus ini, antara lain: upaya pengadilan untuk melakukan sita eksekusi yang telah diputuskan dalam Putusan Nomor 1708/Pdt.G/2014/PA.Cmi jo. Berita Acara Nomor 04/EKS/PUT/2014/PA-Cmi; dan kedudukan putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu walaupun belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena dimungkinakan adanya upaya hukum (uitvoorbaar bij voorrad) menurut hukum acara perdata. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian deskripstif analitis, yaitu dengan meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan penelitian lapangan berupa wawancara pihak ketiga yang terkait. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil dari studi kasus ini adalah: (1) Eksekusi riil dalam HIR pasal 200 (1) / 218 (2) RBg menyebutkan bahwa jika pihak yang kalah perkara tidak mau mengosongkan barang tidak bergerak, maka ketua pengadilan mengeluarkan surat perintah kepada petugas eksekusi dan bila perlu dengan bantuan aparat penegak hukum. Eksekusi atau perintah dan dibawah pimpinan ketua yang menjatuhkan putusan tersebut, atau Pengadilan Agama yang diberi delegasi wewenang oleh Pengadilan Agama yang memutusnya, dan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama; (2) Upaya hukum lain dapat ditempuh, tetapi eksekusi harus dilaksanakan karena sengketa telah diputus. Putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu dikenal dengan putussan serta merta, dalam pasal 180 (1) HIR atau 191 (1) RBg memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dulu, sekalipun pihak tergugat mengajukan banding atau kasasi. Dengan demikian hakim dapat menjatuhkan putusan yang memuat amar bahwa putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu, yang lazim disebut "putusan dapat dieksekusi serta merta" Wewenang menjatuhkan putusan serta merta hanya pada Pengadilan Agama.