ANISA ULFI PAMELA, 2022 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KPK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Skripsi
Abstract
Kasus pelanggaran berat dalam tindak pidana korupsi terjadi ketika salah satu pimpinan KPK yaitu Lily Pintauili Siregar yang dilaporkan pegawai KPK karena diduga berkomunikasi dengan terdakwa kasus korupsi Syahrial. Ketika itu, KPK diduga sedang menyelidiki kasus jual beli jabatan yang menyeret Syahrial. Belakangan, KPK telah menetapkan Syahrial dan Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai Yusmada menjadi tersangka kasus jual-beli jabatan ini. Nama Lili juga disebut oleh mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju dalam sidang perkara suap 26 Juli 2021. Saat menjadi saksi dalam sidang, Robin mengatakan Syahrial bercerita sempat dihubungi oleh Lili. Dewan Pengawas KPK kemudian memutuskan Lili Pintauli Siregar bersalah dalam sidang etik pada perkara Wali Kota Tanjungbalai. Dewas memberikan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan mengatakan Lili melanggar dua hal, yakni menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan seseorang yang sedang diperiksa perkaranya oleh KPK. Menurut Tumpak anggota dewan pengawas KPK, Lili disebut telah melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK dan Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yaitu : Bagaimana penerapan hukum terhadap pimpinan KPK yang melakukan tindak pidana korupsi ? Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani tindak pidana yang dilakukan oleh oknum KPK? Metode penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penulis melakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis kualitatif Putusan Dewan Pengawas KPK Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021 hanya menghukum Lili Pintauli Siregar dengan sanksi berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Lili melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Pasal ini mengatur bahwa insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi, baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi. Seharusnya sanksi yang layak dijatuhkan kepada Lili adalah mengajukan pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat 4 huruf b Perdewas. Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 juncto UU 19/2019 tentang KPK. Pasal ini melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apa pun. Menurut Pasal 65 UU KPK, pimpinan KPK yang melanggar aturan ini bisa dihukum lima tahun penjara. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu Dewas KPK harus lebih tegas dan transparansi menindak lanjut pelanggaran yang dilakukan oleh anggota atau pimpinannya, yang kemungkinan pelanggaran ini membuka peluang terjadinya tindak pidana, selain itu yang dapat dilakukan antara lain masyarakat dapat melakukan upaya pelaporan supaya oknum pimpinan KPK ini dapat ditindak, karena masyarakat adalah bagian dari yang dirugikan akibat dari tindak pidana korupsi selain negara Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Kode Etik KPK