Fangky christina hartati, 2024 Pertimbangan hukum hakim terhadap penetapan saksi pelaku yang bekerjasama perkara pembunuhan berencana dalam putusan nomor 798/pid/B/2022/pnjkt.sel Skripsi
Abstract
Perlindungan dalam bentuk penghargaan bagi para justice collaborator sangat penting keberadaannya bagi upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengungkapan organized crime dalam konteks pelibatan masyarakat. Penghargaan layak diberikan sebagai penegasan bahwa yang bersangkutan telah berjasa bagi upaya penegakan hukum, implikasinya bilamana terdapat penghargaan terhadap mereka masyarakat yang lain dapat berani juga mengungkapkan suatu tindak pidana kepada penegak hukum. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan yuridis normatif, di samping itu, dalam penelitian ini hukum juga dimaknai sebagai putusan/penetapan hakim, yaitu penetapan tentang justice collaborator. Dengan demikian, maka pendekatannya menggunakan pendekatan normatif/doktrinal. Data yang digunakan mencakup data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai data pendukung. Hasil penelitian Penetapan Justice Collaborator terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menurut hakim dalam kasus ini mencerminkan sejumlah pertimbangan dan faktor yang meringankan penjatuhan pidana terhadap terdakwa. Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yang disebut Bharada E, telah bekerja sama sebagai Justice Collaborator dalam kasus ini. Artinya, dia membantu pihak penegak hukum dengan memberikan informasi atau kooperasi yang berharga untuk mengungkap atau menyelesaikan kasus tindak pidana. Keterlibatannya dalam memberikan informasi tersebut mungkin membantu mengungkap fakta-fakta penting yang mengarah pada pemecahan kasus dan penuntutan pelaku lainnya. Hakim mengamati bahwa terdakwa Bharada E berperilaku kooperatif dan bersikap sopan selama persidangan. Sikap tersebut menunjukkan kesiapannya untuk bekerja sama dengan proses hukum, serta mengindikasikan bahwa ia menghormati proses peradilan. Hakim juga mempertimbangkan bahwa Bharada E tidak pernah dihukum sebelumnya. Faktor ini bisa dianggap sebagai indikasi bahwa terdakwa belum memiliki catatan kriminal sebelumnya, sehingga hakim mempertimbangkan fakta ini sebagai faktor meringankan. Penetapan status Justice Collaborator Terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu menghadapi beberapa kelemahan dan kekurangan. Salah satu alasan utama adalah karena kasus pidana yang dilanggar oleh terdakwa belum memiliki kejelasan terkait tindak pidana yang bersifat serius dan khusus, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2011. Hal ini menciptakan ketidakjelasan dan ketidakpastian mengenai kedudukan serta peran JC dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Ketidakjelasan ini menimbulkan dampak pada penetapan status JC bagi terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Pemberian status JC seharus nya didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan terjamin keadilan serta kepastian hukumnya. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah tentang penetapan status Justice Collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan terencana yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan nomor putusan Nomor 798/Pid. B/2022/PN. Jkt.Sel. Pada kasus ini, Richard Eliezer Pudihang Lumiu terlibat sebagai pelaku utama dalam tindak pidana pembunuhan terencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat. Namun, dalam penetapan status JC untuk terdakwa, terdapat kelemahan dan kekurangan dalam prosesnya. Salah satu alasan utama kelemahan dalam penetapan status JC bagi terdakwa adalah karena statusnya sebagai pelaku utama dalam tindak pidana tersebut. Menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerja sama, JC seharusnya tidak boleh merupakan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya.