Hasna Dara Dinanti 41151010200100, 2024 TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA TIDAK TERPENUHINYA PERSYARATAN PERKAWINAN DIHUBUNGKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Skripsi
Abstract
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lain untuk memnuhi kebutuhan akan identitas, status, dan peran sosial. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan bentuk perkawinan. Dalam perjalanannya, tidak semua perkawinan berjalan mulus dan berakhir bahagia. Ada kalanya perkawinan mengalami masalah yang menyebabkan salah satu atau kedua pasangan mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila pernikahan tidak memenuhi persyaratan sah yang diwajibkan oleh undang-undang yang berlaku. Pasal 71 huruf F Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. Pasal 71 huruf A menjelaskan pula bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila seorang suami melakukan poligami tanpa izin. Pembatalan perkawinan yang terjadi antara suami istri bukan berarti permasalahan telai selesai, tentu akan muncul permasalahan sebagai akibat hukum dan perlindungan hukum terhadap pihak yang terlibat. Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis pembatalan perkawinan karena tidak terpenuhinya persyaratan perkawinan yang dihubungkan dengan Kompilasin Huikum Islam dan untuk menganalisisb perlindungan hukum bagi para pihak atas pembatalan perkawinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif yang menggunakan metode pendekatan perundangundangan dan pendekatan asas-asas hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, dan sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pembatalan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam diatur secara rinci dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 76, meliputi alasan pembatalan, pihak-pihak yang berhak mengajukan, dan prosedur pembatalan. Kawin paksa dan poligami tanpa izin istri pertama merupakan dua alasan kuat untuk pembatalan perkawinan, karena keduanya melanggar prinsipprinsip dasar perkawinan dan hak asasi manusia. Kawin paksa, selain bertentangan dengan asas kesukarelaan dalam perkawinan, juga menimbulkan dampak psikologis dan sosial yang buruk bagi korban. Sementara itu, poligami tanpa izin istri pertama melanggar hak-hak istri dan keluarga, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam Islam. Pembatalan perkawinan mengakhiri hubungan suami istri secara hukum, mengembalikan status mereka seperti sebelum menikah. Namun, pembatalan ini tidak menghilangkan hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tersebut, yang tetap dianggap sah dan berhak atas perlindungan hukum. Harta bersama dan harta bawaan masing-masing pihak diatur sesuai kesepakatan atau hukum yang berlaku. Pembatalan perkawinan juga tidak merugikan pihak ketiga yang telah terlibat dalam perjanjian atau perikatan dengan suami istri sebelum pembatalan, selama pihak ketiga tersebut bertindak baik.