JOUSTRA JONATHAN 41151010200027, 2024 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA HATE SPEECH (UJARAN KEBENCIAN) MELALUI MEDIA SOSIAL DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 45A AYAT 2 JO PASAL 28 AYAT 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Skripsi
Abstract
Tindak pidana hate speech (ujaran kebencian) melalui media sosial semakin tinggi setiap tahunnya, hal tersebut dikarena perkembangan teknologi yang semakin pesat yang tidak didukung meningkatnya penegakan hukum tindak pidana melalui media sosial. Indentifikasi masalah yang dibahas yaitu apa saja kendala dan Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial dihubungkan dengan Pasal 45a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif terhadap Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas UU ITE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kendala dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaiu diantaranya faktor hokum yaitu Undang-Undang ITE Itu sendiri khususnya Proses Pembuktian, kecanggihan Teknologi yang dimanfaatkan tersangka dimana biasanya akan menggunakan identitas palsu atau meminjam identitas orang lain, minimnya tenaga ahli dan faktor penegak hukumnya dimana personil cyber police Indonesia hanya beranggotakan 58 anggota, tentunya angka tersebut tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk dalam catatan kepolisian tentang kejahatan dunia maya khususnya hate speech dan faktor ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya hate speech. Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaitu melalui upaya preventif dengan meningkatkan literasi publik mengenai penggunaan media sosial ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum dan melakukan berbagai patroli diantaranya patroli dialogis dan patroli siber. Selanjutnya upaya represif yaitu penindakan oleh pihak berwenang, termasuk kepolisian, untuk mengidentifikasi, menyelidiki, dan mengambil tindakan hukum terhadap individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana hate speech. Tindak pidana hate speech (ujaran kebencian) melalui media sosial semakin tinggi setiap tahunnya, hal tersebut dikarena perkembangan teknologi yang semakin pesat yang tidak didukung meningkatnya penegakan hukum tindak pidana melalui media sosial. Indentifikasi masalah yang dibahas yaitu apa saja kendala dan Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial dihubungkan dengan Pasal 45a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif terhadap Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas UU ITE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kendala dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaiu diantaranya faktor hokum yaitu Undang-Undang ITE Itu sendiri khususnya Proses Pembuktian, kecanggihan Teknologi yang dimanfaatkan tersangka dimana biasanya akan menggunakan identitas palsu atau meminjam identitas orang lain, minimnya tenaga ahli dan faktor penegak hukumnya dimana personil cyber police Indonesia hanya beranggotakan 58 anggota, tentunya angka tersebut tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk dalam catatan kepolisian tentang kejahatan dunia maya khususnya hate speech dan faktor ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya hate speech. Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaitu melalui upaya preventif dengan meningkatkan literasi publik mengenai penggunaan media sosial ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum dan melakukan berbagai patroli diantaranya patroli dialogis dan patroli siber. Selanjutnya upaya represif yaitu penindakan oleh pihak berwenang, termasuk kepolisian, untuk mengidentifikasi, menyelidiki, dan mengambil tindakan hukum terhadap individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana hate speech. Tindak pidana hate speech (ujaran kebencian) melalui media sosial semakin tinggi setiap tahunnya, hal tersebut dikarena perkembangan teknologi yang semakin pesat yang tidak didukung meningkatnya penegakan hukum tindak pidana melalui media sosial. Indentifikasi masalah yang dibahas yaitu apa saja kendala dan Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial dihubungkan dengan Pasal 45a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif terhadap Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas UU ITE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kendala dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaiu diantaranya faktor hokum yaitu Undang-Undang ITE Itu sendiri khususnya Proses Pembuktian, kecanggihan Teknologi yang dimanfaatkan tersangka dimana biasanya akan menggunakan identitas palsu atau meminjam identitas orang lain, minimnya tenaga ahli dan faktor penegak hukumnya dimana personil cyber police Indonesia hanya beranggotakan 58 anggota, tentunya angka tersebut tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk dalam catatan kepolisian tentang kejahatan dunia maya khususnya hate speech dan faktor ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya hate speech. Upaya dalam proses penegakkan hukum tindak pidana bagi pelaku hate speech di media sosial yaitu melalui upaya preventif dengan meningkatkan literasi publik mengenai penggunaan media sosial ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum dan melakukan berbagai patroli diantaranya patroli dialogis dan patroli siber. Selanjutnya upaya represif yaitu penindakan oleh pihak berwenang, termasuk kepolisian, untuk mengidentifikasi, menyelidiki, dan mengambil tindakan hukum terhadap individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana hate speech.