PENERAPAN PEMBERATAN PIDANA OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLRI (KAJIAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMEDANG NOMOR : 99/PID.B/2023/PN.SMD)

ANGGA GINANJAR KURNIAWAN 41151010190101, 2024 PENERAPAN PEMBERATAN PIDANA OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLRI (KAJIAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMEDANG NOMOR : 99/PID.B/2023/PN.SMD) Skripsi

Abstract

Dalam mencermati suatu putusan pengadilan pidana pada khususnya, tidak cukup sampai pada terpenuhinya unsur-unsur pasal yang diterapkannya, lebih dari itu jika pelakunya adalah pegawai negeri sipil dalam arti luas (PNS, TNI dan Polri), yang seyogyanya berprilaku, bersikap tindak menjadi tauladan bagi masyarakat, malah menjadi contoh buruk dan memalukan, maka sistem hukum yang berlaku di Indonesia memberikan kepadanya hukuman pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52 KUHP, yaitu kepadanya diberikan hukuman tambahan berupa sepertiga dari ancaman maksimal pidana pokoknya. Namun dalam prakteknya berkas perkara yang teliti ternyata tidak menerapkannya, oleh karena itu penulis menelitinya dengan identifikasi permasalahannya adalah mengapa Jaksa Penuntut Umum tidak menerapkan pasal tentang pemberatan pidana dalam dakwaan dan tuntutannya, dan mengapa majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan yang terungkap bahwa terdakwa patut diterapkan pemberatan pidana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, degan jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka, yaitu studi kepustakaan dari berbagai referensi yang terkait dengan pokok pembahasan mengenai perkara yang tidak menerapkan pemberatan pidana kepada terdakwa yang merupakan oknum anggota polri ditinjau dari perspektif hukum hukum pidana. Berkas perkara yang dijadikan objek analisis adalah perkara Nomor 99/Pid.B//2023/ PN.Smd, atau dapat pula disebut dengan penelitian hukum normatif yaitu suatu tipe penelitian yang diakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk menemukan berbagai aturan hukum, prinsip hukum dan doktrin hukum yang dapat menjawab isu hukum yang dihadapi sesuai dengan karakteristik ilmu hukum pidana. Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa sejak saat penyidikan, ketentuan mengenai pemberatan pidana (Pasal 52 KUHP) tidak diterapkan. Penyidik hanya mencantumkan pasal tentang pelanggaran tindak pidana pokoknya saja, yaitu dugaan telah terjadi tindak pidana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP. Demikian juga terjadi pada JPU yang tidak meminta perbaikan atau penyempurnaan atas berkas perkara yang telah diterimanya dari penyidik, hal ini mengakibatkan tidak tercantum dalam surat dakwaan maupun penuntutan. Walaupun dalam dakwaan dan tuntutan JPU tidak menerapkan pemberatan pidana terhadap terdakwa, namun dalam fakta persidangan terbukti bahwa terdakwa adalah anggota Polri aktif, namun majelis hakim tidak memberikan pertimbangan hukum terhadap fakta yuridis tersebut. Majelis hakim memang telah menjatuhkan pidana melebihi tuntutan JPU, namun hal itu baru hanya berdasarkan hal-hal yang memberatkan sesuai Pasal 197 KUHAP, namun sama sekali tidak mengambil keputusan sendiri dengan cara menambahkan ancaman Pasal yang diatur dalam Pasal 52 jo Pasal 135 KUHP. Kata kunci : mencari kepastian hukum.

Citation:
Author:
ANGGA GINANJAR KURNIAWAN 41151010190101
Item Type:
pdf
Subject:
skripsi
Date:
2024